Wednesday, October 13, 2021

MEMBEDAKAN FAKTA DAN OPINI



Pernahkah kalian membaca suatu teks, kemudian bingung menentukan mana fakta mana opini? Keduanya tentu dapat dibedakan. 

Sebelum mempelajari secara rinci perbedaannya, ada baiknya kita mengetahui pengertian fakta dan opini terlebih dulu. 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, fakta diartikan sebagai hal (keadaan, peristiwa) yang merupakan kenyataan. Fakta juga memiliki arti, sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. Sedangkan opini adalah pendapat. 

Menurut Udin Suchaini dalam Menjual Gagasan dengan Tulisan (2018), opini merupakan jenis tulisan yang berisi gagasan, ulasan, atau kritik terhadap persoalan yang berkembangan di masyarakat dan ditulis dengan bahasa ilmiah populer. 



Dari pengertian tersebut, fakta dan opini sudah jelas berbeda. Fakta didasarkan pada kenyataan, sedangkan opini didasarkan pada sudut pandang pribadi.

Perbedaan lainnya dapat ditengarai dengan mengenali beberapa hal yang terdapat dalam fakta dan opini. 

Berikut beberapa hal yang terdapat dalam teks fakta: Teks yang memuat fakta bersifat obyektif. Obyektif maksudnya sesuai keadaan yang terjadi tanpa ada pengaruh pendapat pribadi. Teks fakta menjawab unsur 5W+1H (what, where, when, who, why, dan how). 

Data dalam teks fakta dapat berupa angka yang menunjukkan jumlah tertentu atau statistik. Data dalam teks fakta dapat dibuktikan kebenarannya oleh semua orang. 

Dalam beberapa teks fakta, biasanya terdapat kebenaran berlapis. Kebenaran berlapis terjadi ketika fakta yang terjadi menit ini, belum tentu sama dengan fakta di menit berikutnya. Hal ini sering terjadi pada fakta yang masih berkembang, contohnya seperti data hitung cepat Pilkada, data korban Covid-19, dan sejenisnya. 



Teks yang memuat opini bersifat subyektif. Subyektif maksudnya berdasarkan pendapat dan sudut pandang penulis. Teks opini berisi tanggapan penulis atas sebuah masalah atau kejadian. 

Teks opini biasanya memuat pendapat, saran, atau uraian yang menjelaskan pandangan penulis. Teks opini tidak memiliki beban untuk menjawab unsur 5W+1H (what, where, when, who, why, dan how). 

Teks opini dapat berisi bayangan penulis atas peristiwa yang belum pasti terjadi. Teks opini memuat kata yang mengandung probabilitas. Misalnya mungkin, rasanya, sepertinya, dan sejenisnya. 

Teks opini memuat kata yang mengandung saran atau solusi. Misalnya seharusnya, sebaiknya, seyogianya, dan sejenisnya. Pandangan penulis dalam teks opini bisa jadi berbeda dengan pendapat orang lain. Namun opini yang berkualitas ditunjang dengan fakta yang kuat dan pola pikir yang logis. Dengan memperhatikan hal-hal tersebut, kita dapat membedakan mana teks yang mengandung fakta, mana yang opini. Bila kita membaca surat kabar atau media online, redaksi sudah memisahkan mana rubrik berisi opini dan mana rubrik berita yang di dalamnya terkandung fakta. Rubrik tersebut memudahkan kita mengetahui mana fakta dan opini.

Demikian tadi materi untuk hari ini, selanjutnya silakan melakukan presensi 
pada tautan di bawah ini

Wednesday, October 6, 2021

Ciri Kebahasaan Novel Sejarah

 Ciri Kebahasaan Novel Sejarah

Ciri kebahasaan novel sejarah adalah sebagai berikut

1. Menggunakan banyak kalimat bermakna lampau
Contoh:
Prajurit-prajurit yang telah diperintahkan membersihkan gedung bekas asrama telah menyelesaikan tugasnya.
2. Banyak menggunakan kata yang menyatakan urutan waktu (konjungsi kronologis, temporal), seperti: sejak saat itu, setelah itu, mula-mula, kemudian.
Contoh: 
Setelah juara gulat itu pergi, Sang Adipati bangkit dan berjalan tenang-tenang masuk ke Kadipaten.
3. Banyak menggunakan kata kerja yang menggambarkan suatu tindakan (kata kerja material).
Contoh:
a. Di depan Ratu Biksuni Gayatri yang berdiri, Sri Gitarja duduk bersimpuh.
b. Ketika para Ibu Ratu menangis yang menulari siapa pun untuk menangis, Dyah Wiyat sama sekali tidak menitikkan air mata.
4. Banyak menggunakan kata kerja yang menunjukkan kalimat tak langsung sebagai cara menceritakan tuturan seorang tokoh oleh pengarang. Misalnya, mengatakan bahwa, menceritakan tentang, menurut, menggungkapkan, menanyakan, menyatakan, menuturkan.
Contoh:
a. Menurut Sang patih, Galeng telah periksa seluruh kamar Syahbandar dan ia telah melihat banyak botol dan benda-benda yang ia tak tahu nama dan gunanya.
b. Riung Samudera menyatakan bahwa ia masih bingung dengan semua penjelasan kendit Galih tentang masalah itu.
5. Banyak menggunakan kata kerja yang menyatakan sesuatu yang dipikirkan atau dirasakan oleh tokoh (kata kerja mental). Misalnya, merasakan, mengingikan, mengharapkan, mendambakan, menganggap. 
Contoh:
a. Gajah Mada sependapat dengan Jalan pikiran Senopati Gajah Enggon.
b. Melihat itu, tak seorang pun yang menolak karena semua berpikir Patih Gajah Mada memang mampu dan layak berada di tempat 
6. Menggunakan banyak dialog. Hal ini ditunjukkan oleh tanda petik ganda ("..”) dan kata kerja yang menunjukkan tuturan langsung.
Contoh:

“Mana surat itu?” 

“Ampun, Gusti Adipati, Patik takut maka Patik bakar.” 

7. Menggunakan kata-kata sifat (descriptive language) untuk menggambarkan tokoh, tempat, atau suasana
Contoh:
Dari apa yang terjadi itu terlihat betapa besar wibawa Gajah Mada, bahkan beberapa prajurit harus mengakui wibawa yang dimiliki Gajah Mada jauh lebih besar dari wibawa Jayanegara. Sri Jayanegara masih bisa diajak bercanda, tetapi tidak dengan Patih Gajah Mada, sang pemilik wajah yang amat beku itu.

Nilai-Nilai dalam Novel Sejarah

Semua karya sastra yang baik, termasuk novel sejarah pasti memiliki nilai-nilai yang bisa diambil oleh para pembacanya. Nilai yang terdapat dalam novel sejarah ada yang disajikan secara implisit dan eksplisit. 

Nilai-nilai dalam novel sejarah ini bisa kamu lihat dari jalan cerita, sifat-sifat tokohnya, atau temanya, sebagai berikut: 

Nilai Sosial

Nilai sosial dalam novel sejarah menggambarkan nilai-nilai kehidupan sosial masyarakat yang ada dalam novel tersebut. Nilai sosial ini biasanya digambarkan melalui hubungan antar tokoh dan masyarakat tempat dan waktu cerita berlangsung dalam novel. 

Dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat”, nilai-nilai sosial ini terlihat dari interaksi antara Kerajaan Majapahit dengan Kerajaan Sunda Galuh.

Nilai Budaya

Nilai budaya dalam novel sejarah adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan masyarakat, kebudayaan dan peradaban, yang sesuai dengan konteks cerita dalam novel tersebut. Nilai-nilai budaya dalam sebuah novel sejarah menggambarkan bagaimana masyarakat di jaman lampau berpikir dan bersikap sesuai dengan kebudayaan dan peradaban mereka. 

Contoh nilai budaya dalam novel “Gajah Mada: Perang Bubat” bisa kamu lihat dari kehidupan kerajaan di masa lampau yang sangat erat dengan ritual-ritual atau praktik kebudayaan lainnya.

Ilustrasi Peristiwa Sejarah di Indonesia

Nilai Moral dan Etika

Nilai moral atau etika dalam novel sejarah biasanya berisi mengenai petuah atau ajaran moral atau etika. Nilai-nilai ini berfungsi untuk mengingatkan pembaca agar tidak melakukan hal-hal yang melanggar moral dan/atau etika seperti tokoh-tokoh dalam novel sejarah yang kelakuannya tidak patut ditiru. 

Contoh nilai moral dan etika novel “Gajah Mada: Perang Bubat” adalah saat Kerajaan Majapahit dan Kerajaan Sunda Galuh saling memanfaatkan satu sama lain, hingga akhirnya malah terjadi Perang Bubat.

Nilai Agama

Nilai agama pada novel sejarah adalah nilai-nilai yang merujuk atau bersumber pada ajaran agama. Karena novel “Gajah Mada: Perang Bubat” berlatarkan kehidupan di masa kerajaan, jadi nilai-nilai agamanya lebih mengarah pada kepercayaan terhadap hal-hal mistis dan kekuatan alam.

Nilai Estetis

Nilai estetis dalam novel adalah nilai-nilai yang berkaitan dengan unsur-unsur keindahan dalam novel, seperti gaya bahasa, teknik bercerita, struktur cerita, dan lain sebagainya.

 

Menyusun Novel Sejarah
Langkah-langkah menyusun novel sejarah adalah sebagai berikut.
1. Menentukan peristiwa sejarah yang akan menjadi bahan penceritaan
Langkah pertama dalam menyusun novel sejarah seseorang atau diri sendiri adalah menentukan peristiwa sejarah (peristiwa yang terjadi pada masa lalu) yang akan dikembangkan menjadi novel sejarah. 
Dalam novel sejarah, penulis menceritakan peristiwa-peristiwa yang dialami para tokohnya dengan menggunakan latar peristiwa sejarah. Menulis novel sejarah berarti mengemas fakta sejarah dengan rekaan penulis. Wujudnya dapat berupa peristiwa yang berkaitan dengan hidup orang banyak atau hidup seseorang. 
Contoh

Peristiwa Sejarah
Pengembangan Peristiwa
Meletusnya Gunung Kelud tahun 1966
Aku dilahirkan di pengungsian saat Gunung Kelud meletus tahun 1966. Karena minimnya fasilitas kesehatan di pengungsian, Ibu meninggal saat melahirkanku.
Kecelakaan kereta api di Bintaro pada 19 Oktober 1987
Dalam kecelakaan kereta api di Bintaro tanggal 19 Oktober 1987, aku masih berusia 8 tahun. Kedua orang tuaku tewas dalam peristiwa itu. Aku sendiri kehilangan sebelah kakiku yang tertindih pintu kereta api.

 2. Menyusun kerangka atau gambaran singkat cerita sejarah yang akan ditulis
Dasar penyusunan kerangka novel sejarah dapat berupa perjalanan waktu (misalnya. masa kecil, masa remaja, masa sekolah, masa kuliah, masa dewasa); latar tempat (di desa, di sekolah, di kota, di luar negeri).
Kerangka karangan dapat berisi tokoh, waktu dan tempat kejadian, , ilustrasi visual setiap tokoh, apa yang dipermasalahkan, dan sebagainya. 
3. Mengumpulkan bahan-bahan cerita
Pada tahap ini penulis mengumpulkan rangkaian peristiwa dari berbagai rujukan dan sumber (orang, buku, dan sebagainya).
4. Mengembangkan kerangka atau draf awal menjadi novel atau teks cerita sejarah
Pada tahap ini, penulis merangkai cerita berdasarkan daya khayal atau imajinasi. Sudut pandang yang paling mudah adalah sudut pandang orang pertama “ aku”.

Penceritaan teks novel atau cerita sejarah mengikuti gaya teks rekon imajinatif yang didalamnya ada orientasi, pengungkapan peristiwa, cerita mulai memuncak, puncak permasalahan, resolusi, dan koda. 

 

 Demikian tadi untuk materi hari ini, selanjutnya silakan melakukan presensi dan review materi pada tautan di bawah ini

Tautan Presensi dan review materi. KLIK DI SINI!

MEMBEDAKAN FAKTA DAN OPINI

Pernahkah kalian membaca suatu teks, kemudian bingung menentukan mana fakta mana opini? Keduanya tentu dapat dibedakan.  Sebelum mempelajari...